Etikad kemandirian dalam bidang militer serta pemberdayaan manusia Indonesia mulai dirintis secara konkret pada 8 Desember 2007. Pada saat itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla atas nama Pemerintah Indonesia memesan 150 kendaraan lapis baja atau panser (VAB) 4 x 4 produksi PT Pindad setelah rapat dan meninjau hasil produksi PT Pindad di Bandung, Jawa Barat. Sebagian pesanan tersebut diharapkan selesai sebelum 5 Oktober 2008. [kompas] Namun proyeksi penyelesaian jumlah panser Pindad mengalami penundaan. Proyek panser itu berawal dari kerjasama PT Pindad serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Namun, pemerintah mengubah kerjasama itu dengan melibatkan Krakatau Steel dan 25 perusahaan lain.
Panser Pindad VAB 4×4 ini akan digunakan untuk memperkuat TNI Angkatan Darat (AD). Menurut Wapres JK, dengan memesan VAB dari Pindad, sekitar 60 persen anggaran dapat dihemat. Satu VAB Pindad harganya sekitar Rp 4,5 miliar. Jika pesan ke Perancis, harga per unit mencapai Rp 10 miliar. Semua harga itu belum termasuk persenjataan yang melengkapinya.
Panser Pindad Panser 6×6 APS merupakan panser pengangkut yang bisa dipasangi dua jenis senjata api berat di bagian depan dan belakang. Selain itu juga dilengkapi dengan teknologi komunikasi yang cukup handal untuk diturunkan di medan tugas. Panser APS itu, dirancang dengan bodi terbuat dari besi baja yang tahan ledakan serta dengan teknologi mesin Renault dan gearboks dari Eropa.
Pembiayaan 150 VAB tersebut akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009-2010. Sedangkan dari segi pembiayaan awal, dana masyarakat pada perbankan nasional akan dimanfaatkan secara optimum. Untuk produksi pesanan tersebut, dana perbankan BNI, Bank Mandiri, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) akan digunakan untuk mengerakkan sektor perbankan nasional dengan jaminan Departemen Keuangan. Skema pembiayaan ini sama dengan skema pembiayaan melalui kredit ekspor untuk pengadaan persenjataan selama ini.
Pembelian panser Pindad merupakan keharusan sebagai tekad untuk lebih mandiri dalam pemenuhan kebutuhan produk pertahanan. Sudah semestinya langkah JK dalam kabinet SBY-JK merintis kembali industri strategis yang pernah dicanangkan oleh mantan Presiden RI BJ Habibie dan juga mantan Menristek. Hal ini pernah saya tulis di Biografi BJ Habibie, Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia. Sudah saatnya pemerintah mengoptimalkan 5 BUMN strategis, yakni PT PAL, PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, PT Krakatu Steel, dan PT LEN Industri.
*************
Panser Pindad
Pada tanggal 7 Juli 2009 PT Pindad menyelesaikan pembuatan 40 unit panser APS 6×6 pesanan pemerintah dan diserahterimakan kepada Departemen Pertahanan pada hari ini. Sebelumnya, Februari 2009, PT Pindad sudah menyerahkan 20 Panser kepada Pemerintah. Sehingga hingga Juli 2009, PT Pindad telah menyelesaikan 60 unit panser dari total 154 pesanan pemerintah untuk panser 6×6 dan panser pengintai.
Menurut Kepala Humas PTDI, Timbul Sitompul, total nilai kontrak pengadaan Panser itu senilai 1,1 triliun rupiah. Jika kita telusuri dari informasi yang kita peroleh, ini berarti 154 unit panser (4×4 dan pengintai) berharga Rp 1.1 triliun. Artinya, secara hitungan kasar harga per unit Panser sekitar 7.5 miliar rupiah.
Dalam situs tempo, JK menyampaikan terima kasih kepada PT Pindad karena telah berusaha optimal membantu kemandirian alutsista TNI kita, terlebih dana baru dicairkan setelah Panser selesai (artinya Pindad harus membiayai dengan dana awal sendiri). “Ini tidak biasa, memesan dulu dana belakangan. Saya berterima kasih Pindad menjalankan itu….Sebagaimana order saya dalam tiga kali rapat di Pindad dan di kantor saya berkali-kali,” ujar Kalla.[tempo]. Terima kasih atas etikad awal yang baik dari pemerintah SBY-JK untuk kemandirian dalam alutsista. Terima kasih kepada SBY yang tetap komitmen bersinergi dengan pesanan ‘JK untuk pengadaan Panser dari dalam negeri.
******* (tambahan, terinspirasi dari komentar Sdr Eka S)
Dengan kemampuan BUMN kita memproduksi alutsista kita, maka ada peningkatan kedaulatan negara kita terhadap negara tetangga. Setahu saya, Malaysia dan Singapura masih mengimpor alutsistanya. Jika TNI kita mampu mengandalkan panser dan dikemudian hari Korvet dan MPA dapat kita produksi secara mandiri, maka “asap CO2 dari kapal perang” Malaysia tidak dikeluarkan dari perairan Ambalat lagi..

Tidak ada komentar:
Posting Komentar